RSS

Populasi dan Asosiasi

A.    /Populasi

Kata populasi berasal dari bahasa latin, yaitu populus yang berarti rakyat atau penduduk (Irwan,1992). Dalam ilmu ekologi, yang dimaksud dengan populasi, sekelompok individu yang sejenis atau sama spesiesnya (Irwan,1992; Heddy, Soemitro, dan Soekartomo,1986; Odum,1993). Menurut Resosoedarmo dkk. (1986), populasi merupakan kelompok organisme sejenis yang hidup dan berbiak  pada suatu aderah tertentu, misalnya populasi manusia di Jakarta pada tahun 2002, populasi gajah di Taman Nasional Way Kambas pada tahun 2002, populasi badak di Ujungkulon pada tahun 2000, populasi pohon jati di perkebunan Purwakarta pada tahun 1991. Di dalam menyebut suatu populasi harus dilakukan dengan cara menyebut batas waktu dan tempatnya. Dengan demikian, populasi merupakan kelompok kolektif organisme dari spesies sama yang menempati ruang dan memiliki cirri yang merupakan milik kelompok.
Suatu organisme tidak dapat hidup sendirian, akan tetapi harus hidup bersama-sama dengan organisme lain, baik dengan organisme yang sejenis maupun yang tidak sejenis dalam suatu tempat tumbuh atau habitat. Berbagai organisme besar ataupun kecil yang hidup disuatu tempat tumbbuh akan bergabung kedalam suatu persekutuan yang disebut komunitas biotic. Menurut Resosoedarmo dkk. (1986), semua komponen komunitas biotic terikat oleh adanya ketergantungan antaranggota-anggotanya sebagai suatu unit. Komunitas biotic ini terdiri atas kelompok-kelompok kecil yang anggota-anggotanya bergabung secara erat satu sama lain, sehingga masing-masing kelompok kecil ini menjadi lebih bersatu. Masing-masing kelompok kecil dalam komunitas biotic dinamakan populasi. Pada populasi ini mempunyai tingkat organisasi yang lebih tinggi dari pada individu-individu organisme yang merupakan kesatuan yang nyata karena memiliki ciri atau karakteristik unik yang dimiliki populasi dan bukan milik individu dalam populasi (Resosoedarmo dkk.,1986;Irwan,1992).

Suatu komunitas dapat mengkarakteristikkan suatu unit lingkungan yang mempunyai kondisi habitat utama yang seragam. Unit lingkungan ini disebut biotop. Biotop ini juga dapat dicirikan oleh unsur organismenya, misalnya padang alng-alang, hutan tusam, hutan cemara, rawa kumpai, dan sebagainya (Santoso, 1994).
Populasi ditafsirkan sebagai kumpulan kelompok makhluk yang sama jenis (kelompok lain yang individunya mampu bertukar informasi genetik) yang mendiami suatu ruangan khusus, yang memiliki berbagai karakteristik yang walaupun paling baik digambarkan secara statistik, unik sebagai milik kelompok dan bukan karakteristik individu dalam kelompok itu (Soegianto, 1994).
Populasi umumnya bervariasi dari waktu, biasanya mengikuti dua pola. Beberapa populasi mempertahankan ukuran poulasi mempertahankan ukuran populasi, yang relatif konstan sedangkan populasi lain berfluktasi cukup besar. Perbedaan lingkungan yang pokok adalah suatu eksperimen yang dirangsang untuk meningkatkan populasi grouse itu. Penyelidikan tentang dinamika populasi, pada hakikatnya dengan keseimbangan antara kelahiran dan kematian dalam populasi dalam upaya untuk memahami alam (Heddy, 1986).
Suatu tempat disekitar kita dapat ditemukan adanya berbagai jenis organisme baik sejenis maupun berbeda jenis yang membentuk suatu organisasi kehidupan. Mereka berinteraksi saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk (Ferial, 2013).
Suatu populasi memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh individu-individu yang membangun populasi tesebut. Kekhasan dasar suatu populasi yang menarik bagi seorang ekolog adalah ukuran dan kerapatannya. Jumlah individu dalam populasi mencirikan ukurannya dan jumlah individu populasi dalam suatu daerah atau satuan volume adalah kerapatannya. Kelahiran (Natalitas), kematian (mortalitas), yang masuk (imigrasi), dan yang keluar (emigrasi) dari anggota mempengaruhi ukuran dan rapatan populasi. Kekhasan lain dari populasi yang penting dari segi ekologi adalah keragaman morfologi dalam suatu populasi alam sebaran umur, komposisi genetik dan penyebaran individu dalam populasi     (Odum, 1993).
Suatu organisme dikenal sebagai individu, dan populasi merupakan sekumpulan organisme sejenis yang berinteraksi pada tempat dan waktu yang sama. Jumlah individu sejenis yang terdapat pada satuan luas tertentu dinamakan kepadatan populasi. Antara populasi yang satu dengan populasi yang lainnya selalu terjadi interaksi, baik secara langsung atau tidak langsung dalam suatu komunitas. Dalam suatu komunitas senantiasa terdapat tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Organisasi kehidupan yang merupakan kesatuan komunitas-komunitas dengan lingkungan abiotik (fisik) membentuk suatu ekosistem. Seluruh ekosistem yang ada di dunia ini membentuk biosfer sebagai bagian permukaan bumi yang dipenuhi oleh suatu kehidupan (Ferial, 2013).

Terdapat dua ciri dasar dari suatu populasi yaitu ciri biologi, yang merupakan ciri yang dipunyai oleh suatu individu pembangun populasi itu, serta ciri statistik yang merupakan ciri uniknya sebagai himpunan atau kelompok dari individu-individu. Seperti halnya suatu individu organisme suatu populasi pun memiliki struktur dan organisme tertentu, yang sifatnya ada yang konstan ada pula yang mengalami perubahan sejalan dengan waktu, memiliki ontogeny atau sejarah perkembangan kehidupan, dapat dikenai dampak faktor-faktor lingkungan dan dapat  memberikan respon terhadap faktor-faktor lingkungan (Heddy, 1986).

Kepadatan populasi satu jenis atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit, atau persatuan luas atau persatuan volume atau persatuan penangkapan. Kepadatan pupolasi sangat penting diukur untuk menghitung produktifitas, tetapi untuk membandingkan suatu komunitas dengan komunitas lainnya parameter ini tidak begitu tepat. Untuk itu biasa digunakan kepadatan relatif. Kepadatan relatif dapat dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut. Kepadatan relatif biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase (Soegianto, 1994).

Karakteristik   populasi
1. Kerapatan
            Pengukuran kepadatan bisa menggunakan cara menghitung langsung seluruh individu yang ada di dalam batas populasi.Pada sebagian besar kasus tidak praktis bahkan tidak mungkin untuk menghitung semua individu yang ada di dalam populasi. Ada beberapa macam teknik pengambilan contoh atau sampel untuk menaksir kepadatan dan ukuran total populasi. Pada beberapa kasus ukuran populasi ditaksir dengan menggunakan indikator tidak langsung seperti jumlah sarang atau lubang atau kotoran atau jejak.



2. Natalitas dan mortalitas
            Sepanjang kehidupan suatu populasi, kepadatan/kerapatan berubah-ubah karena berbagai sebab. Penambahan individu dalam populasi dapat disebabkan oleh kelahiran dan imigrasi, dan pengurangan individu dalam populasi dapat disebabkan oleh kematian dan emigrasi. Oleh karena itu, ukuran populasi pada suatu waktu tertentu tergantung pada keseimbangan antara kelahiran, kematian, imigrasi dan emigrasi. Jika jumlah populasi yang masuk lebih besar dari pengurangan populas maka populasi dinyatakan mengalami pertumbuhan.
           

            3.Pola penyebaran umur
            Pola penyebaran umur merupakan sifat penting yang mempengaruhi natalitas dan mortalitas. Nisbah dari perbagai kelompok umur dalam suatu populasi menentukan status reproduktif yang sedang berlangsung dari populasi dan menyatakan apa yang bias dihadapkan pada masa mendatang. Pertumbuhan populasi yang berlangsung cepat akan mengandung kelompok umur muda, populasi yang stasioner memiliki pembagian umur yang lebih merata, dan populasi yang menurun menggambarkan sebagian besar berumur tua (tidak produktif).

4.         Pola penyebaran populasi
            Penyebaran (dispersi) individu-individu yang sejenis yang membentuk populasi di dalam suatu ekosistem mengikuti tiga pola dasar yaitu pola penyebaran terumpun, pola penyebaran seragam, dan pola penyebaran acak. Contoh populasi acak adalah kutu beras, remis dalam lumpur. Hal ini terjadi karena lingkungan sangat homogen.
  •             Pola penyebaran terumpun
            Penyebaran secara berkelompok terutama disebabkan oleh respon dari organisme terhadap perbedaan habitat secara lokal, respon dari organisme terhadap perubahan cuaca musiman, akibat dari cara atau proses produksi/regenerasi, sifat-sifat organisme dengan organ vegetatifnya yang menunjang kecendrungan organisme untuk berumpun, misalnya waktu berbiak, membentuk koloni (semut, rayap).
  • Pola penyebaran seragam
     Penyebaran seragam (uniform) terjadi apabila kompetisi antar individu sangat hebat atau ada organism yang positif yang membagi pembagian ruang yang sama. contoh: burung pinguin yang sedang bersarang, burung kuntul yang sedang bersarang dan kecenderungan pengaturan jarak yang beraturan pada tumbuhan yang disebabkan oleh peneduhan dan kompetisi untuk mendapatkan air dan mineral dan beberapa tumbuhan lainnya mengeluarkan zat kimia yang menghambat

perkecambahan tumbuhan didekatnya yang dapat bersaing untuk memperoleh sumber daya.
  • Pola penyebaran acak
            Penyebaran secara acak jarang terjadi di alam dan dapat terjadi apabila lingkungan sangat seragam namun tidak ada kecenderungan untuk berkelompok. Jadi, pengaturan secara acak atau random ( penyebaran yang tidak dapat diprediksi dan tidak berpola) terjadi karena tidak adanya tarik-menarik atau tolak menolak yang kuat diantara individu dalam suatu populasi dan posisi masing-masing individu tidak bergantung pada individu lain. Contohnya pohon dihutan kadang tersebar secara acak akan tetapi secara keseluruhan pola acak tidak umum ditemukan di alam dan sebagian besar populasi menunjukan paling tidak suatu kecenderungan ke arah penyebaran terumpun atau penyebaran seragam.

5. Model pertumbuhan populasi
            Kedua kekuatan utama yang mmpengaruhi pertumbuhan populasi, yaitu angka kelahiran dan kematian dan dapat diukur dengan beberapa model :
a. Model eksponensial pertumbuhan populasi menjelaskan suatu populasi ideal dan lingkungan yg tdk terbatas (populasinya jauh lebih kecil dari daya dukung lingkungan, K ). Dengan mengabaikan imigrasi dan emigrasi, laju pertumbuhan suatu populasi, dinyatakan dalam notasi (r) dengan rumus :
laju kelahiran (l) – laju kematian (m) = laju peningkatan alamiah (r)

  
b. Model logistik pertumbuhan popoulasi menyertakan konsep daya tampung. Pertumbuhan eksponensial tidak dapat dipertahankan tanpa batas dalam populasi apapun. Suatu model yang lebih nyata membatasi pertumbuhan dengan menyertakan daya dukung lingkungan (K).

6. Faktor – faktor pembatas populasi
            Pertumbuhan populasi dibatasi oleh faktor2 yang bergantung dan yang tidak bergantung pada kepadatan, yang keutuamaan relafinya bervariasi sesuai dengan spesies dan keadaan.

  • Faktor yang bergantung pada kepadatan
            1)      Persaingan demi makanan
2)      Kompetisi reproduktif : suatu alternatif untuk membatasi jumlah keturunan per induk ialah membatasi jumlah induknya.
3)      Migrasi : migrasi sering menjadi faktor utama yang tergantung pada kepadatan dalam menurunkan ukuran populasi. Karena tingkat populasi meningkat, banyak anggota bermigrasi.
4)      Pemangsa dan parasitisme
Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh : Singa dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung hantu dengan tikus.
Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya. Contoh : Plasmodium dengan manusia, Taenia saginata dengan sapi, dan benalu dengan pohon inang.  Komensalisme adalah merupakan hubunganantara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan.
                  Ketika populasi mangsa meningkat, pemangsa dapat memanennya dengan lebih mudah. Parasit dapat berpindah-pindah dari individu ke individu dengan lebih mudah karena kepadatan populasi inangnya meningkat.
5)      Kompetisi intraspesies untuk sumberdaya yang terbatas
6)      Cekaman akibat kepadatan
7)      Penumpukkan toksin yang dapat menyebabkan laju pertumbuhan populasi menurun pada kepadatan populasi yang tinggi ketika kepadataan populasi meningkat dan akhirnya dapat menstabilkan suatu populasi di dekat daya tampungnya.

·         Faktor Yang Tidak Bergantung Pada Kepadatan
                          Seperti kejadian-kejadian karena iklim dan kebakaran atau bencana lainnya. sehingga menurunkan populasi pada masa tertentu yang terlepas dari tingkat kepadatannya. Hal ini mendorong mortalitas yang sedemikian luasnya sehingga mendorong populasi jauh di bawah tingkat sebelumnya. Contoh: organisme kecil seperti serangga yang tidak bergantung pada kepadatan yang terjadi terus menerus secara musiman ( ukuran populasi banyak spesies ).Faktor-faktor itu mengerahkan pengaruhnya dengan mengabaikan populasi pada saat malapetaka itu terjadi

Penyebaran populasi dalam suatu ekosistem dapat terjadi melalui tiga pola (Umar, 2013) yaitu:
1.    Emigrasi, yaitu pergerakan individu keluar daerah populasinya ke tempat lainnya dan tinggal secara permanen.
2.    Imigrasi, yaitu pergerakan individu dari suatu daerah populasi lainnya dan tinggal secara permanen.
3.    Migrasi, yaitu pergerakan secara dua arah suatu individu dari suatu daerah ke daerah populasi lainnya secara periodik.
  Struktur suatu komunitas alamiah bergantung pada cara dimana tumbuhan dan hewan tersebar atau terpencar di dalamnya. Pola penyebaran bergantung pada sifat fisikokimia lingkungan maupun keistimewaan biologis organisme itu sendiri. Keragaman tak terbatas dari pola penyebaran demikian yang terjadi dalam alam secara kasar dapat dibedakan menjadi tiga kategori (Michael, 1994) yaitu:
1.    Penyebaran teratur atau seragam, dimana individu-individu terdapat pada tempat tertentu dalam komunitas. Penyebaran ini terjadi bila ada persaingan yang keras sehingga timbul kompetisi yang mendorong pembagian ruang hidup yang sama.
2.    Penyebaran secara acak (random), dimana individu-individu menyebar dalam beberapa tempat dan mengelompok dalam tempat lainnya. Penyebaran ini jarang terjadi, hal ini terjadi jika lingkungan homogen.
3.    Penyebaran berkelompok/berumpun (clumped), dimana individu-individu selalu ada dalam kelompok-kelompok dan sangat jarang terlihat sendiri secara terpisah. Pola ini umumnya dijumpai di alam, karena adanya kebutuhan akan faktor lingkungan yang sama.
Penyebaran adalah pola tata ruang individu yang satu relative terhadap yang lain dalam populasi. Penyebaran atau distribusi tumbuhan dalam suatu populasi bisa bermacam-macam, pada umumnya memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu
  1. Penyebaran secara acak , jarang terdapat di alam. Penyebaran ini biasanya terjadi apabila faktor lingkungan sangat beragam untuk seluruh daerah dimana populasi berada, selain itu tidak ada sifat-sifat untuk berkelompok dari organisme tersebut. Dalam tumbuhan ada bentuk-bentuk organ tertentu yang menunjang untuk terjadinya pengelompkan tumbuhan.
  2. Penyebaran secara merata, umumnya terdapat pada tumbuhan. Penyebaran semacam ini terjadi apabila ada persaingan yang kuat antara individu-individu dalam populasi tersebut. Pada tumbuhan misalnya persaingan untuk mendapatkan nutrisi dan ruang.
  3. Penyebaran secara berkelompok, adalah yang paling umum di alam, terutama untuk hewan. Pengelompokan ini disebabkan oleh berbagai hal:
1.      Respon dari organisme terhadap perbedaan habitat secara lokal
2.      Respon dari organisme terhadap perubahan cuaca musiman akibat dari  cara atau proses reproduksi atau regenerasi.
Penyebaran populasi merupakan pergerakan individu ke dalam atau keluar dari populasi. Penyebaran populasi berperan penting dalam penyebaran secara geografi dari tumbuhan, hewan atau manusia ke suatu daerah dimana mereka belum menempatinya. Penyebaran populasi dapat disebabkan karena dorongan mencari makanan, menghindarkan diri dari predator, pengaruh iklim, terbawa air/angin, kebiasaan kawin dan faktor fisik lainnya.
Penyebaran populasi melalui 3 cara yaitu (Taufik, 2009) :
a.    Emigrasi : merupakan pola pergerakan individu keluar  daerah populasinya ke tempat lain, dan tinggal permanen ditempat barunya.
b.   Imigrasi : merupakan pola penyebaran individu ke dalam suatu daerah populasi lain dan individu tersebut menetap menetap ditempat baru.
c.    Migrasi : merupakan pola pergerakan individu dua arah, keluar dan masuk atau pergi dan datang secara periodik selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan sehingga individu suatu populasi akan berpindah tempat. Migrasi ini dapat terjadi secara musiman atau tahunan.
Penyebaran membantu natalitas dan mortalitas di dalam memberi wujud bentuk pertumbuhan dan kepadatan populasi. Di dalam kebanyakan kasus beberapa individu atau hasil-hasil refroduktifnya secara tetap meninggalkan atau memasuki populasi (Odum, 1994).

2.4 Densitas dan Pola
Densitas adalah jumlah individu per satuan area tertentu, sebagai contoh adalah 300 pohon Sacharum oficinarum/ha. Cara perhitungan densitas tidak dengan menghitung semua individu yang ada dalam suatu area.  Cara yang digunakan adalah dengan menggunakan sampling area. Luas sampling area adalah 1% dari luas area total yang diamati.
   Pengamatan area sampling dilakukan secara acak dengan penggunakan kuadrat. Kuadrat adalah sembarang bentuk yang diberi batas dalam suatu vegetasi, sehingga penutup seperti densitas dan dominansi dapat diperkirakan ataupun dihitung.
   Ukuran kuadrat sangat tergantung pada tipe vegetasi yang diamati. Pada tumbuhan yang anual dengan homogenitas yang tinggi maka ukuran kuadrat dapat sangat kecil, sedangkan pada pohon dapat digunakan ukuran 10-50 m dalam satu sisi.
Densitas dapat ditinjau dengan tanpa melihat masing-masing jenis, data seperti ini bisa digunakan untuk menghitung jumlah rata-rata individu dari total cuplikan. Perincian densitas  per jenis, menunjukkan populasi masing-masing jenis dan apabila dikaitkan dengan persebaran ukuran seluruh individu dari masing-masing jenis, diperoleh informasi tentang strategi regenerasi atau untuk upaya pengelolaan dan usaha konservasinya, namun data densitas tidak akan berguna tanpa identitas atau informasi dari data yang lain. Densitas suatu spesies merupakan suatu ukuran yang statis, data yang diperoleh tidak dapat mengungkap interaksi dinamik yang terjadi pada anggota spesies tersebut.
Pola adalah distribusi menurut ruang. Data pola penyebaran tumbuhan dapat memberi nilai tambah pada data densitas dari suatu spesies tumbuhan. Pola penyebaran tumbuhan dalam suatu wilayah dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu:
a.    Acak
Pola  peneyebaran secara acak dapat dilihat jika jarak , lokasi, sembarang tumbuhan tidak mempunyai arah dan posisi terhadap lokasi spesies yang sama.

b.    Mengelompok
Pola penyebaran mengelompok (Agregated atau undispersed), menunjukan bahwa hadirnya suatu tumbuhan akan memberikan indikasi untuk menemukan tumbuhan yang sejenis. Anggota tumbuhan yang ditemukan lebih banyak ditemukan secara mengelompok dikarenakan ada beberapa alasan :
1)   Reproduksi tumbuhan yang menggunkan
a.         ruuner atau rimpang.
b.        Reproduksi tumbuhan yang menggunakan biji cenderung jatuh di sekitar induk.
2) Lingkungan /habitat mikro pada tiap spesies yang mempunyai kesamanan pada anggota spesies. Habitat dikatakan homogen pada lingkungan makro, namun pada lingkungan mikro sangat berbeda. Mikrositus yang paling cocok untuk suatu spesies cenderung  ditempati lebih padat untuk spsies yang sama.
c.  Teratur
Pola penyebaran teratur jika secara reguler dapat ditemui pada perkebunan, agricultur  yng lebih diutamakan efektifitas dan efisiensi lahan.

Cara pengukuran pola
Bebrapa pengukuran pola diantaranya adalah:
a.    Menggunaan kuadrat acak.
Pemanfaatan jumlah individu yang berakar dalam tanah dihitung dalam kuadrat dan merupakan data pengamatan. (observed). Data harapan dihitung dengan rumus Poison yang hanya memerlukan jumlah  rata rata tumbuhan per kuadrat. Perbedaan antara data pengamatan daengan data harapan dinalisis dengan chi square.
Analisis  dengan menggunakan kuadrat acak ini memerlukan minimal 100 kuadrat yang diletakan secara acak. Ukuran plot disesuikan dengan tipe life form. Tumbuhan yang dianalisis sebaiknya adalah tumbuhan yang tunggal seperti spesies Elepanthus, Tridaks procumben. Pengelompokan dengan menggunakan klas  skala B-B yang terdiri dari enam kelas
Asumsi sebaran Tumbuhan secara umum adalah mengelompok, sehingga Ho: dikatakan sebagai spesies tumbuhan X adalah tidak mengelompok. Penggunaan rumus poison memerlukan jumlah  rerata  tumbuhan per juadrat (m), bilangan konstanta e = 2,7183, sehingga  e -m  = 0,21
Berdasarkan harga Σχ 2=22.9 dokonfirmasikan dengan tabel χ 2 dengan derajad bebas 3 = 11,34, maka nilai χ 2 hitung =22.9> χ 2 tabel = 11,34. Ho ditolak, artinya HA diterima berarti tumbuhan tsb hidup secara mengelompok.
b. menggunakan metode jarak
   Metode jarak dapat digunakan dalam perhitungan pola dengan tidak menggunakan plot. Jarak antara tumbuhan yang salaing berdekatan dihitung dan akan dipelajari dalam teknik sampling pada bab kemudian.


c. Frekuensi
Frekuensi dapat digunakan untuk menaksir pola, dimana frekuensi adalah jumlah kuadrat yang berisi spesies tumbuhan tertentu. Jika ada 50 kuadrat yang ditempatkan dilapangan area pengamatan dan 25 diantaranya ditandai dengan hadirnya spesies tertentu maka frekuensi tumbuhan tersebut adalah 50%.
Berdasarkan densitas dan frekuensi dapat juga digunakan sebagai prediksi untuk pola spesies tumbuhan. Sebagai contoh adalah jika angka densitas tinngi dan frekuensi rendah maka dapat diasumsikan bahwa tumbuhan tersebut adalah mengelompok, demian juga sebaliknya. Tetapi penggunakan densitas dan frekuensi adalah ukuran yang tidak independen karena masih ada faktor lain yaitu luas kuadrat yang digunakan berpengaruh terhadap frekuensi yang hadir dalam kuadrat. 

Dari ketiga kategori ini, rumpun/berkelompok adalah pola yang paling sering diamati di lam dan merupakan gambaran pertama dari kemenangan dalam keadaan yang disukai lingkungan. Pada tumbuhan penggerombolan disebabkan oleh reproduksi vegetatif, susunan benih lokal dan fenomena lain. Dimana benih-benih cenderung tersusun dalam kelompok. Pada hewan-hewan tingkat tinggi, agregasi dapat disebabkan oleh pengelompokan sosial. Penyebaran seragam sering terjadi di alam baik diantara hewan-hewan tingkat rendah dimana adanya seekor hewan tidak memberikan pengaruh terhadap adanya hewan lain dengan jenis yang sama. Pada tumbuhan, penyebaran acak seperti ini adalah umum dimana penyebaran benih disebabkan angin (Michael, 1994).
Pola penyebaran seragam jarang terdapat pada populasi alami. Yang mendekati keadaan demikian adalah apabila terjadi penjarangan akibat kompetisi antara individu yang relatif ketat. Pola penyebaran acak terjadi apabila kondisi lingkungan bersifat seragam dan tidak adanya kecenderungan individu untuk bersegresi. Pada umumnya penyebaran acak dari hewan relatif jarang dijumpai di alam. Kelompok-kelompok ini terjadi akibat respon individu terhadap kondisi-kondisi lokal, perubahan cuaca harian atau musiman, proses dari perkembangan seperti atraksi seksual untuk membentuk pasangan kawin ataupun kelompok induk-anak, serta atraksi sosial yang merupakan agregasi aktif dan individu membentuk suatu organisasi atau koloni tertentu, seperti pada berbagai serangga atau hewan vertebrata tertentu (Heddy, 1986).
Suatu populasi memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh individu-individu yang membangun populasi tesebut. Kekhasan dasar suatu populasi yang menarik bagi seorang ekolog adalah ukuran dan rapatannya. Jumlah individu dalam populasi mencirikan ukurannya dan jumlah individu populasi dalam suatu daerah atau satuan volume adalah rapatannya. Kelahiran (Natalitas), kematian (mortalitas), yang masuk (imigrasi), dan yang keluar (emigrasi) dari anggota mempengaruhi ukuran dan rapatan populasi. Kekhasan lain dari populasi yang penting dari segi ekologi adalah keragaman morfologi dalam suatu populasi alam sebaan umur, komposisi genetik dan penyebaran individu dalam populasi (Odum, 1993).
Populasi dapat konstan dapat pula berfluktuasi atau dapat pula meningkat atau menurun terus. Perubahan-perubahan demikian merupakan fokus utama ekologi populasi. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh empat faktor yang saling mempengaruhi, yaitu kelahiran (natality), kematian (mortality) dan migrasi (emigrasi dan imigrasi) (Mc Naughton, 1990).
Migrasi musiman tidak hanya memungkinkan pendudukan daerah-daerah yang akan tidak baik dalam ketiadaan migrasi tetapi juga memungkinkan binatang-binatang memelihara laju rata-rata kepadatan dan kegiatan yang lebih tinggi. Populasi yang tidak bermigrasi sering kali harus menjalani pengurangan kepadatan yang luar biasa atau melakukan semacam bentuk dorman selama periode yang tidak baik. Orientasi dan navigasi migrasi-migrasi jarak jauh merupakan lapangan penelitian dan teori-teori yang sangat populer, tetapi masih sedikit yang dimengerti (Odum, 1993).
2.5 Demografi Tumbuhan
Demografi tumbuhan adalah perubahan dalam ukuran populasi  menurut waktu. Demografi dapat dipelajari dengan cara menentukan laju kelahiran, dan kematian tiap umur dalam populasi . Melalui demografi dapat diproyeksikan  lama hidup suatu tumbuhan, kapan bereproduksi, seberapa banyak jumlah anak, serta perubahan yang terjadi dalam populasi dalam satuan waktu tertentu.
Demografi tumbuhan dapat dikaji dengan memakai model waktu kontinu atau model matriks untuk mengungkapkan konsekuensi variasi dalam laju kelahiran dan laju kematian suatu populasi.
Model Continuous Time adalah model yang digunakan untuk menentukan jumlah tumbuhan yang ada dalam beberapa waktu mendatang. Pada model ini individu berkembang tidak dibatasi oleh lingkungan seperti kompetisi dan keterbatasan akan suplai makanan. Laju perubahan populasi dapat dihitung jika banyaknya kelahiran, kematian dan migrasi diketahui. Prediksi bahwa jumlah populasi akan tumbuh secara kontinu  pertama kali dicetuskan oleh Malthus (1798).


Model Kontinu dapat diakumulasikan menggunakan persamaan :
Nt+1= Nt + B+I-D-E
Nt      : jumlah populasi tumbuhan yang ada dalam waktu t.
B       : jumlah kelahiran per satuan waktu
I         : jumlah kedatangan per satuan waktu
D       : jumlah kematian persatuan waktu
E        : jumlah populasi yang keluar per satuan waktu.

 Model Matriks
Model matriks adalah suatu model yang mengijinkan penentuan pertumbuhan populasi dalam tumbuhan dengan perhitungan periode waktu tegas, dan fase yang dapat ditentukan dari searah hidup tumbuhan.
           Matriks Kolom 
 Matriks kolom adalah matriks yang hanya terdiri dari satu kolom ,sedangkan matriks baris adalah matriks yang hanya terdiri dari satu baris.Misalnya, jumlah biji (N_ ), dalam bank biji. Jumlah tumbuhan dalam bentuk roset (N_ ) dan jumlah tumbuhan dalam fase berbunga (N+  )
           Matriks Transisi
 Suatu matriks transisi untuk tiga stadia pertumbuhan adalah bentuk segi empat dan terdiri atas grup nilai probabilitas yang menyajikan perubahan di mana tumbuhan dalam stadia perkembangan tertentu akan sampai stadia perkembangan berbeda ( tetap tinggal sama ) selama waktu antara tanggal sensus populasi.
Natalitas populasi
Natalitas, yaitu reproduksi individu baru dri suatu populasi (Gopal dan Bhardwaj, 1979). Menurut Odum (1993), natalitas atau angka kelahiran, yaitu kemampuan populasi untuk bertambah. Natalitas ekuivalen dengan angka kelahiran dalam terminology (peristilahan) pengkajian populasi manusia (demografi). Pada kenyataannya, istilah natalitas memiliki arti yang luas meliputi produksi individu-individu baru organisme yang terjadi baik karena dilahirkan, ditetaskan, ditumbuhkan ataupun karena pembelahan sel.
Natalitas bervariasi untuk organisme yang berbeda dalam populasi. Banyak spesies serangga mampu meletakkan telurnya dalam jumlah banyak (beberapa ribu telur) pada suatu waktu, sedangkan pada beberapa spesies ikan dan mamalia, hanya memberikan sedikit keturunan pada suatu waktu. Ada di antara tetumbuhan tertentu yang dapat menghasilkan ribuan spora atau beberapa ratus biji. Jumlah maksimum individu baru yang dapat dihasilkan dari tiap induk pada kondisi lingkungan yang ideal disebut natalitas potensial atau natalitas fisiologis.
Sebagaimana densitas, bahwa natalitas dapat dibedakan atas laju kelahiran kasar dan laju kelahiran spesifik (Gopal dan Bhardwaj,1979).
1.      Laju kelahiran kasar, yaitu jumlah kelahiran dalam populasi, misalnya 30 kelahiran perseribu induk.
2.      Laju kelahiran spesifik, yaitu kecepatan kelahiran untuk organisme dari umur atau jenis kelamin tertentu,
Natalitas diantara tetumbuhan secara umum berada pada kapasitas reproduktif yang merupakan jumlah individu yang dapat dibesarkan dari masing-masing induk setelah keberhasilan perkecambahannya.
Natalitas merupakan suatu kecepatan tumbuh populasi yang diperoleh dari jumlah individu-individu baru yang dihasilkan perunit waktu. Natalitas dapat diukur dan dinyatakan dengan berbagai cara sebagai berikut (Gopal dan Bhardwaj, 1979).
Factor-faktor yang mempengaruhi natalitas populais antara lain sebagai berikut (Wiersum,1973 dalam Alikodra, 1980).
1.      perbandingan jenis kelamin dan kebiasaan kawin. Perbandingan jenis kelamin adalah perbandingan antara jumlah jantan dan betina dalam suattu populasi. Untuk binatang, pada umumnya berbanding jenis kelamin dinyatakan sebagai jumlah jantan dalam 100 ekor betina.
2.      umur perkembangbiakan maksimum, yaitu umur tertua yang dicapai suatu organisme yang masih memiliki kemampuan berkembangbiak.
3.      umur perkembangbiakan minimum, yaitu umur temuda suatu organisme yang mulai memiliki kemampuan berkembang biak.
4.      jumlah sarang pertahun, untuk binatang. Jumlah pasangan usia subur pertahun, untuk manusia.
5.      jumlah anak persarang atau jumlah telur persarang, untuk binatang. Jumlah anak tiap pasangan usia subur, untuk manusia.
6.      densitas populasi itu sendiri. Densitas populasi makin besar, maka natalitas makin besar. Natalitas yang semakin besar, maka densitas populasi akan meningkat.
Mortalitas populasi
Mortalitas ( angka kematian ), yaitu jumlah individu yang mati dalam populasi untuk suatu periode waktu tertentu ( Odum, 1993; Gopal dan Bharwaj, 1979). Dapat dikatakan bahwa mortalitas merupakan kebalikan dari natalitas, dan angka mortalitas ekuivalen dengan angka kematian pada demografi manusia (Odum, 1993). Oleh karena itu, seperti pada natalitas bahwa mortalitas dapat dinyatakan sebagai individu yang mati dalam kurun waktu tertentu. Kematian merupakan keharusan bagi setiap individu dan bergantung kepada lingkungan yang merugikan, persaingan, pemangsaan, dan penyakit. Namun perlu diingat bahwa mortalitas itu karakteristik untuk populasi bukan karakteristik individu karena individu hanya mati sati kali, sedangkan populasi memiliki kematian dalam periode waktu tertentu.
Factor-faktor yang memengaruhi mortalitas dapat dikelompokan ke dalam empat golongan sebagai berikut (Alikodra, 1980).
1.      factor-faktor yang mematikan yaitu factor-faktor yang secara langsung mematikan atau mengurangi populasi, misalnya pemangsaan ( predasi), pemburuan, penyakit, kelaparan dan kecelakaan.
2.      factor-faktor kesejahteraan, yaitu factor-faktor yang berhubungan dengan kualitas lingkungan hidup, misalnya kualitas makanan, kualitas minuman, kualitas udara, kualitas pelindung, dan kualitas ruang atau tempat hidup.
3.      factor-faktor berpengaruh, yaitu factor-faktor yang memengaruhi keadaan kualitas dan kuantitas makanan dan minuman (air), udara, pelindung, dan ruang atau tempat hidup. Contoh yang termasuk factor tersebut adalah kegiatan  manusia berupa usaha pengeringan, pembakaran hutan, penebangan hutan, penggalian tambang, penggembalaan liar.
4.      kematian karena umur yang telah tua.
Penyebaran Umur
Penyebaran umur merupakan salah satu karakteristik populasi yang memengaruhi mortalitas dan natalitas , karena perbandinagn dari berbagai golongan umur individu-iindividu di dalam populasi akan menetukan status reproduktif yang sedang berlangsung pada populasi dan menyatakan kondisi yang dapat diharapkan pada mas mendatang.
Menurut Bodenheimer (1958 dalam Odum, 1993; Gopal dan Bhardwaj, 1979), populasi dapat dibagi ke dalam tigga kelas umur (umur ekologi), yaitu prareproduktif, reproduktif, dan pascareproduktif.
1.      prareproduktif, yaitu populasi yang sebagian besar anggotanya adalah individu-individu yang umur muda. Populasi demikian merupakan populasi yangs edang berkembang cepat.
2.      reproduktif, yaitu populasi yang sebagian besar anggotanya individu-individu berumuur sama dengan umur rata-rata populasi. Dengan kata lain, populasi tersebut memiliki pembagian umur yang lebih merata, sehingga populasi seperti itu dikatakan dalam kondisi mantap
3.      pascareproduktif, yaitu populais yang sebagian besar anggotanya adalah individu-iindividu berumur tua. Ppulasi demikian merupakan populasi yang sedang menurun.
Distribusi (penyebaran) intern
Individu-individu yang ada di dalam populasi mengalami penyebaran di dalam habitatnya mengikuti salah satu di antara tiga pola penyebaran yang disebut pola distribusi intern. Menurut Odum (1993), tiga pola distribusi intern yang dimaksudkan antata lain distribusi acak (random), distribusi seragan (uniform), dan distribusi bergerombol (clumped). Ciri-ciri dan terjadinya pola distribusi intern tersebut dapat diuraikan masing-masing sebagai berikut
  1. Distribusi acak
distribusi acak terjadi apabila kondisi llingkungan seragam, tidak ada kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi, dan masing-masing individu tidak memilliki kecendrungan untuk memisahkan diri.
2. Distribusi seragam
distribusi seragam terjadi apabila kondisi lingkungan cukup seragam diseluruh area dan ada kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi. Kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi akan mendorong terjadinya pembagian ruang sama(Odum,1993). Heddy dkk.(1986) memberikan contoh bahwa pada hutan yang lemah maka pohon-pohon yang tinggi hamper mempunyai distribusi seragam. Pohon-pohon dominant di hutan demikian jarajnya teratur karena kompetisi yang sangat kuat untuk mendapatkan cahaya dan unsure hara.
3. Distribusi bergerombol
distribusi bergerombol pada populasi merupakan distribusi yang umum terjadi di alam, baik bagi tumbuhan maupun bagi binatang. Distribusi bergerombol terjadi karena berbagai sebab antara lain sebagai berikut (Heddy dkk.1986)
a.                   kondisi lingkungan jarang yang seragam, meskipun pada area yang sempit. Perbedaan kondisi tanah dan iklim pada suatu area akan menghasilkan perbedaan dalam habitat yang penting bagi setiap organisme yang ada di dalamnya, karena suatu organisme akan ada pada suatu area yang factor-faktor ekologinya tersedia dan sesuai bagi kehidupannya.
b.                  Pola reproduksi dari suatu individu-individu anggota populasi. Bagi tumbuhan yangbereproduksi secara vegetatif, juga bagi binatang yang masih muda menetap bersama dengan induknya merupakan suatu kekuatan yang mendorong terjadinya penggerombolan.
c.                   Prilaku hewan yang cenderung membentuk kesatun atau membentuk kolonimerupakan kekuata yang mendorong terjadinya distribusi bergerombol. Demikian juga daya tarik seksual bagi binatang merupakan kekuatan yang mendorong terjadinya distribusi bergerombol.
Distribusi bergerombol dapat meningkatkan kompetisi didalam meraih unrur hara, makanan, ruang, dan cahaya. Akan tetapi, pengaruh yyang merugikan dari kompetisi itu ternyata sering kali dikompensasi dengan sesuatu yang menguntungkan
Didalam pola distribusi bergerombol ternyata tiap-tiap kelompok ada kemungkinan tersebar secara acak, seragam,  ataupun secara berkempul. Oleh karena itu, tipe distribusii secara keseluruhan dapat terjadi: secara acak, seragam, bergerombol secara acak, bergerombol secara seragam, dan bergerombol berkumpul (Odum,1993). Lebih lanjut odum (1993) mengenukakan bahwa agregasi akan penggerombolan individu-individu organisme anggota populasi terjadi akibat beberapa hal, antara lain :
1.                  menanggapi adanya perubahan cuaca harian atau .musiman,
2.                  menanggapi  perbedaan kondisi habitat setempat,
3.                  sebagian akibat dari proses reproduksi, dan
4.                  sebagai akibat daya tarik social.
Pada populasi binatang terdapat sifat-sifat khas yang berkaitan dengan tingkah lakunya antara lain teritorialitas, migrasi, makan, bersarang (nesting), dan tingkah laku kawin (Gopal dan Bhardwaj, 1979).
1). Emigrasi, yaitu gerakan individu-individu anggota populasi atau anak-anaknya atau bakal kehidupan lainnya keluar batas daerah populasi, sehingga menyebabkan densitas populasi berkurang. Emigrasi ini merupakan gerakan satu arah keluar batas daerah populasi.
2). Imigrasi, yaitu gerakan individu-individu anggota populasi atau anak-anaknya atau bakal kehidupan lainnya kedalam dan keluar batas daerah populasi, sehingga menyebabkan densitas populasi bertambah. imigrasi ini merupakan gerakan satu arah kedalamr batas daerah populasi.
3). Migrasi, yaitu gerakan individu-individu anggota populasi atau anak-anaknya atau bakal kehidupan lainnya kedalam dan keluar batas daerah populasi, sehingga menyebabkan densitas populasi berubah-ubah setiap saat. Imigrasi tersebut merupakan gerakan dua arah kedalam dan keluar batas daerah populasi, atau merupakan gerakan datang dan pergi secara periodic.
 Disperse individu-individu anggota populasi berpengaruh terhadap kondisi populasi seperti pada densitas populasi. Akan tetapi, mengingat disperse populasi itu terjadi secara berangsur-angsur sehinggah perubahan densitas populasi sering tidak dirasakan atau berpengaruh kecil terhadap seluruh populasi terutama jika satuan populasinya besar. Hal itu kemungkinan terjadi karena emikrasi di imbangi oleh imigrasi atau sebaliknya, atau karena pertambahan dan pengurangan populasi di kompensasi oleh natalitas dan mortalitas.
Berkaitan dengan nilai frakwensi suatu jenis, Kershaw (1979) dan Crawley (1986) mengemukakan bahwa frekuensi suatu jenis dalam komunitas tertentu besarannya ditentukan oleh metode sampling, ukuran kuadrat, ukura tumbuhan dan distribusi spasialnya. Dalam pengambilan data praktikum ini pemilihan metode kuadrat dan penempatannya telah dilakukan dengan prosedur yang standar sehingga nilai frakuensi yang diperoleh diharapkan benar-benar menggambarkan kondisi di lapangan. Demikian juga ukuran kuadrat yang digunakan telah ditetapkan melalui penerapan metode kurva jenis area (Setiadi, 1984), sehingga ukuran kuadrat yang digunakan telah sesuai standar yang berlaku.
Tumbuhan yang diamati merupakan salah satu spesies dari suku Asteraceae. Asteraceae merupakan tumbuhan yang mudah dipelihara, tersebar dimana-mana, kebanyakan tumbuh secara liar di halaman, ladang, kebun, dan tepi-tepi jalan. Asteraceae termasuk herba perdu atau tumbuh-tumbuhan memanjat, jarang pohon, dengan daun tersebar atau berhadapan, tunggal (Pujowati, 2006).
Sifat umum penyebaran secara acak adalah bahwa varians (V) sama dengan rata-rata (mean) (m), varians lebih besar dari pada mean menunjukkan penyebaran berkelompok, dan kurang dari pada mean pola seragam (teratur). Jadi dalam penyebaran secara acak: V/m=1. Apabila dalam pengujian uji signifikan, perbandingan varians/mean ditemukan jelas atau nyata lebih besar dari pada 1 , penyebaran berkelompok. Namun apabila hasilnya kurang dari pada satu, penyebaran adalah teratur. Namun apabila tidak berbeda dari 1, penyebaran adalah acak (Samingan, 1980)
Ludwig dan Reynolds (1988) bahwa pola penyebaran tumbuhan dalam suatu komunitas bervariasi dan disebabkan beberapa faktor yang saling berinteraksi antara lain: (i) faktor vektorial (intrinsik), yaitu: faktor lingkungan internal seperti angin, ketersediaan air, dan intensitas cahaya, (ii) faktor kemampuan reproduksi organisme, (iii) faktor sosial yang menyangkut fenologi tumbuhan, (iv) faktor koaktif yang merupakan dampak interaksi intraspesifik, dan (v) faktor stokhastik yang merupakan hasil variasi random beberapa faktor yang berpengaruh.
Adapun jenis tumbuhan bawah yang pola penyebarannya seragam kemungkinan terjadi karena beberapa sebab, antara lain karena kondisi tempat tumbuhnya relatif seragam, persaingan yang kuat antarindividu anggota populasi terhadap sumberdaya alam, dan persaingan antarindividu tumbuhan yang sejenis (Indriyanto, 2006). Persaingan terjadi karena saling memperebutkan ruang, hara, cahaya, CO2, dan air.
Syafei (1994) menyebutkan bahwa faktor-faktor lingkungan yaitu iklim, edafik (tanah), topografi dan biotik antara satu dengan yang lain sangat berkaitan erat dan sangat menentukan kehadiran suatu jenis tumbuhan di tempat tertentu, namun cukup sulit mencari penyebab terjadinya kaitan yang erat tersebut.

B.     Asosiasi
1Kompetisi
Kompetisi adalah interakksi antar individu yang muncul akibat kesamaan kebutuhan akan sumberdaya yang bersifat terbatas, sehingga membatasi kemampuan bertahan (survival), pertumbuhan dan reproduksi individu penyaing (Begon et al .1990), sedangkan Molles (2002) kompettisi didefinisikan sebagai interaksi antar individu yang berakibat pada pengurangan kemampuan hidup mereka. Kompetisi dapat terjadi antar individu (intraspesifik) dan antar individu pada satu spesies yang sama atau interspesifik (Krebs, 2002; Molles, 2002)
Kompetisi dapat didefenisikan sebagai salah satu bentuk interaksi antar tumbuhan yang saling memperebutkan sumber daya alam yang tersedia terbatas pada lahan dan waktu sama yang menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan dan hasil salah satu spesies tumbuhan atau lebih. Sumber daya alam tersebut, contohnya air, hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh (Kastono,2005).
Definisi kompetisi sebagai interaksi antara dua atau banyak individu apabila (1) suplai sumber yang diperlukan terbatas, dalam hubungannya dengan permintaan organisme atau (2) kualitas sumber bervariasi dan permintaan terhadap sumber yang berkualitas tinggi lebih banyak.organisme mungkin bersaing jika masing-masing berusaha untuk mencapai sumber yang paling baik di sepanjang gradien kualitas atau apabila dua individu mencoba menempati tempat yang sama secara simultan. Sumber yang dipersaingkan oleh individu adalah untuk hidup dan bereproduksi, contohnya makanan, oksigen, dan cahaya (Noughton, 1990).
Secara teoritis ,apabila dalam suatu populasi yang terdiri dari dua spesies , maka akan terjadi interaksi diantara keduanya. Bentuk interaksi tersebut dapat bermacam-macam,salah satunya adalah kompetisi. Kompetisi dalam arti yang luas ditujukan pada interaksi antara dua organisme yang memperebutkan sesuatu yang sama. Kompetisi antar spesies merupakan suatu interaksi antar dua atau lebih populasi spesies yang mempengaruhi pertumbuhannya dan hidupnya secar merugikan.Bentuk dari kompetisi dapat bermacam-macam. Kecenderungan dalam kompetisi menimbulkan adanya pemisahan secara ekologi , spesies yang berdekatan atau yang serupa dan hal tersebut di kenal sebagai azaz pengecualian kompetitif ( competitive exclusion principles ) (Ewusie,1990).
Kompetisi dalam suatu komunitas dibagi menjadi dua , yaitu
Kompetisi sumber daya (resources competition atau scramble atau exploitative competition ), yaitu kompetisi dalam memanfaatkan secara bersama-sama sumber daya yang terbatas
Inferensi (inference competition atau contest competition), yaitu usaha pencarian sumber daya yang menyebabkan kerugian pada individu lain, meskipun sumber daya tersebut tersedia secara tidak terbatas. Biasanya proses ini diiringai dengan pengeluaran senyawa kimia (allelochemical) yang berpengaruh negatif pada individu lain (Lamberg, 1998;kerbs, 2002; Molles, 2002)
Alelopati (Allelopathy) adalah efek negatif (menghambat perkecembahan dan pertumbuhan) yang ditimbulkan oleh suatu tanaman pada tanaman lain yang ada disekitarnya melalaui pelepasan senyawa kimia yang berasal dari proses metabolism sekunder (Muller-Dombois & Ellenberg, 1974; Soerianegara & Indrawan, 1980; Lamberrs, 1998; Muller, 1990 yang dikutip oleh Hierro & Callawai, 2003). Namun tidak semua alelopati bersifat negatif, ada beberapa senyawa alelopati yang bersifat positif baik secara langsung ataupun tidak langsung (Lambers et al. 1998; Kerbs, 2002; Ferguson & Rathinasabapathi, 2003; Broz & Vivanco, 2006).
2.      Macam-macam Kompetisi
Kompetisi dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
Kompetisi intraspesifik yakni persaingan antara organisme yang sama dalam lahan yang sama
Kompetisi interspesifik yakni persaingan antara organisme yang beda spesies dalam lahan yang sama.
Intraplant competition yakni persaingan antara organ tanaman, misalnya antar organ vegetatif atau organ vegetatif lawan organ generatif dalam satu tubuh tanaman
Interplant competition yakni persaingan antar dua tanaman berbeda atau bersamaan spesiesnya (dapat pula terjadi pada intra maupun interplant competition). (Kastono , 2005)
3.      Persaingan intra spesifik
Pada latihan dalam laboratorium dalam persaingan intraspesifik diambil contoh hasil telur pada Drosophyla dalam kaitannya dengan rapatan populasi. Dalam percobaan ini pengaruh rapatan populasi pada kecepatan produksi telur pada lalat buah Drosophyla akan dipelajari sebagai suatu contoh persaingan intraspesifik. Tempat penimbunan telur akan dibuat tetap dan jumlah lalat betina bertambah secara logaritmik ( Michael ,1994 ).
4.      Persaingan Interspesifik
Adanya lebih dari satu spesies dalam suatu habitat menaikkan ketahanan lingkungan kapan pun spesies lain bersaing secara serius dengan spesies pertama untuk beberapa sumber penting, hambatan pertumbuhan terjadi dalam kedua spesies. Hokum Gause menyatakan bahwa tidak ada spesies dapat secara tak terbatas menghuni ceruk yang sama secara serentak. Salah satu dari spesies-spesies itu akan hilang atau setiap spesies menjadi makin bertambah efisien dalam memanfaatkan atau mengolah bagian dari ceruk tersebut dengan demikian keduanya akan mencapai keseimbangan. Dalam situasi terakhir, persaingan interspesifik berkurang karena setiap spesies menghuni suatu ceruk mikro yang terpisah (Michael, 1994).
Persaingan diantara tumbuhan secara tidak langsung terbawa oleh modifikasi lingkungan. Di dalam tanah, system-sistem akan bersaing untuk air dan bahan makanan, dan karena mereka tak bergerak, ruang menjadi faktor yang penting. Di atas tanah, tumbuhan yang lebih tinggi mengurangi jumlah sinar yang mencapai tumbuhan yang lebih rendah dan memodifikasi suhu, kelembapan serta aliran udara pada permukaan tanah (Michael, 1994).


Namun hubungan atau interaksi antar satu sama lain, dapat menguntungkan satu pihak, kedua pihak, maupun merugikan salah satu pihak. Maka dari itu kami akan membahas secara runtut dan berurut antara lain :
Tipe-tipe interaksi antar-spesies dan persaingan intra-interspesifik.

Pembahasan pertama yakni tipe - tipe interkasi antar-spesies, dalam interaksi ini secara teori, spesies-spesies dalam suatu populasi saling berinteraksi satu dengan lainnya. Dan membentuk interaksi yang positif, negatif, maupun nol. Dari bentuk interaksi tersebut terdapat 9 kombinasi yang dapat dibagi menjadi berikut:

1. Neutralisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi.

2. Kompetisi ( tipe gangguan lansung), yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing langsung saling menghalangi secara aktif.

3. Kompetisi (tipe penggunaan sumberdaya alam), yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies dalam penggunaan sumberdaya alam yang persediaannya berada dalam kondisi kekurangan.

4. Amensalisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang berakibat salah satu pihak dirugikan, sedangkan pihak lainnya tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi.

5. Parasitisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang berakibat salah satu pihak (inang) dirugikan, sedangkan pihak lainnya (parasit) diuntungkan.


6. Predasi atau pemangsaan, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang salah satu pihak (prey, organisme yang diomangsa), sedangkan pihak lainnya
 (predator, organisme yang memangsa) beruntung.

7. Komensalisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang salah satu pihaknya beruntung, sedangkan pihaknya lainnya tidak terpengaruh oleh adanya asosiasi.

8. Protokooperasi, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing memperoleh keuntungan karena adanya asosiasi. Tetapi asosiasi yang terjadi tidak merupakan suatu keharusan.

9. Mutualisme, yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang masing-masing memperoleh keuntungan oleh adanya asosiasi dan masing-masing spesies memang saling membutuhkan dan merupakan suatu keharusan untuk berasosiasi.
Persaingan Pupulasi
Menurut gopal dan bhardwaj (1979), persaingan yang dilakukan organisme-organisme dapat memperebutkan kebutuhan ruang (tempat), makanan, unsure hara, air, sinar, udara, agen penyerbukan, agen dispersal, atau faktor-faktor ekologi lainnya sebagai sumber daya yang dibutuhkan oleh tiap-tiap organisme untuk hidup dan pertumbuhannya.
Harper(1961) dalam dede setiadi,1989, menyatakan bahwa persaingan antar jenis digunakan untuk menggambarkan adanya persaingan antara individu-individu tanaman yang sejenis. Persaingan antar jenis terdiri atas:

1. Persaingan aktivitas dan
2. Persaingan sumberdaya alam.

Selain itu masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi besarnya dampak yang dihasilkan dari persaingan intra-spesifik ini. Karena menyangkut persaingan individu sejenis maka kita dapat mengesampingkan faktor fisik dari individu tersebut. Sedangkan kita fokus ke cara bersaing individu tersebut satu sama lain.

namun karena kali ini penulis tidak punya cukup waktu maka kita akan membahas persaingan intra-spesisifik dari persaingan antar-tumbuhan. Menurut kershan(1973), mengemukakan bahwa persaingan antar jenis yang terdiri atas fase sedling sangat menentukan jumlah tanaman yang dapat hidup sampai tingkat dewasa.

E.     Persaingan Intraspesifik Dan Interspesifik

Jika kita membicarakan mengenai interaksi tumbuhan apakah itu pada tingkat individu maupun populasi, mereka itu dikaji dalam keadaan terisolasi, pada kenyataannya di alam , kajian terisolasi itu hampit tidak ada , karena baik itu sebagai individual ataupun populasi,mereka senantiasa melakukan interaksi dengan organiisme lain.paling tidak dengan unsure biotic atau non biotic.
Interaksi antar anggota individu dalam suatu populasi dikenal sebagai interaksi intraspesies. Sementara interaksi antar anggota dari 2 spesies yang berbeda disebut sebagai interaksi interspesies.selanjutnya komunitas di alam terdiri lebih dari  1 populasi tumbuhan,
Interaksi antara berbagai jenis populasi tumbuhan dapat mengubah potensi genetis dari tiap spesies(optimum fisiologis dan kisarannya) untuk menghasilkan komunitas yangberdasarkan optimum ekologis dan kisaran ekologis.
F.      Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi
Interkasi yang mengacu pada persaingan intraspesifik dan interspesifik pada tumbuhan di pengaruh oleh beberapa faktor.
Persaingan intraspesifik merupakan persaingan yang merupakan salah satu bentuk interaksi yang lebih tinggi tingkat kompetisi nya karena pada persaingan intraspesifik memiliki kebutuhan yang sama,
adapun persaingan pada tumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Jenis tanaman : sifat-sifat biologi tanaman, system perakaran, bentuk pertumbuhan dan fisiologi tumbuhan. Misal sistem perakaran tanaman ilalang yang menyebar luas menyebabkan persaingan dalam memperebutkan unsure hara. Bentuk daun yang lebar seperti daun talas menyebabkan laju transpirasi yang tibggi sehingga menimbulkan persaingan dalam memperebutkan air.

2. Kepadatan tumbuhan : jarak yang sempit antar tanaman pada suatu lahan menyebabkan persaingan terhadap zat-zat makanan hal ini karena zat hara yang tersedia tidak mencukupi bagi pertumbuhan tanaman.

3. Penyebaran tanaman: penyebaran tanaman dapat dilakukan melalui penyebaran biji dan melalui rimpang(akar tunas). Tanaman yang penyebarannya dengan biji mempunyai kemampuan bersaing yang lebih tinggi dari tanaman ynag menyebar melalui rimpang. Namun demikian persaingan penyebaran tanaman tersebut sangat dipengaruhi factor-faktor lingkungan lain seperti suhu, cahaya, oksigen dan air.

4. Waktu: adalah lamanya tanaman sejenis hidup bersama. Peruode 25-30% pertama dari daur tanaman merupakan periode yang paling peka terhadap kerugian yang disebabkan oleh persaingan.

Faktor faktor lain yang memepengaruhi kompetisi tumbuhan antara lain :
Jarak antara faktor tumbuh yang terbatas, yaitu
         Unsure hara
         Cahaya
         Co2
         Ruang
Besarnya daya competitor faktor – faktor antara lain :
         Jumlah individu dan berat tanaman competitor
         Siklus hidup tanaman competitor
         Periode tanaman
         Jenis tanaman



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS