1.1
Latar Belakang
Tinggi rendah suhu menjadi salah satu faktor yang menentukan tumbuh
kembang, reproduksi dan juga kelangsungan hidup dari tanaman. Hormon pada
tumbuhan juga memegang peranan penting dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan seperti Auksin, banyak terdapat pada ujung koleoptil. Mendorong pemanjangan batang/pucuk,
merangsang pertumbuhan akar adventif pada batang/stek batang dan memacu
dominasi tunas apikal (tunas diujung batang).
Auksin adalah salah satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari proses
pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) suatu tanaman. (Yoxi,
2008).
Menurut Larsen (1944) dan Abidin (1982) Indoleacetaldehyde
diidentifikasikan sebagai bahan auksin yang aktif dalam tanaman. Selanjutnya Larsen (1951); Bentley dan Houstley (1952) mengemukakan
bahwa zat kimia tersebut aktif dalam menstimulasi pertumbuhan kemudian berubah
menjadi IAA. Perubahan
tersebut menurut Gordon (1956) adalah perubahan dari Tripthopan menjadi IAA
(Thimann, 1935).
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Zat pengatur tubuh didefinisikan sebagai
senyawa nutrient jika dipergunakan dalam jumlah sedikit akan mempengaruhi
proses fisiologi pertumbuhan dan perkembangan tanaman atau lebih praktisnya
dapat diartikan bahwa ZPT adalah baik buatan atau asli jika diperlakukan ke
tanaman akan mengubah proses hidup atau struktur tanamn untuk memperbaiki
kualitas, manaikkan atau memperbaiki panen (Mulyoprawiro,1987).
Zat pengatur tumbuh di dalam tanaman terdiri
dari lima kelompok yaitu: auksin, sitokinin, giberelin, etilen, dan inhibitor
dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologi. Menurut
Sriyanti dan Wijayani (1994) ZPT diperlukan sebagai komponen media bagi
pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan ZPT dalam media, pertumbuhan
sangat terhambat bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali. Pembentukan kalus dan
organ-organ ditentukan oleh penggunaan ZPT yang tepat dari ZPT tersebut. Pertumbuhan
tidak hanya dipengaruhi oleh salah satu hormon, tetapi merupakan hasil
kerjasama antara kelima kelompok hormo tersebut.
Senyawa-senyawa yang tergolong auksin meliputi
IAA (Indol Acetic Acid), IBA (Indol Butyric Acid), NAA (naphtalane Acetic
Acid), 2,4-D (2,4 Dichlorofenoxy Acetic Acid). Rangsangan auksin yang paling
kuat terutama adalah terhadap sel-sel meristem apical batang dan koleoptil.
Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan adana indikasi bahwa
auksin dapat menaikkan tekanan osmotic, meningkatkan sintesis protein,
meningkatkan permeabelitas sel terhadap air, dan melunakkan dinding sel yang
diikuti menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel
yang disertai kenaikan volume sel. Dengan adanya kenaikan sintesis protein,
maka dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan (Sriyanti &
Wijayani, 1994).
Pada batang sebagian besar spesies, kuncup apikal memberikan
pengaruh yang menghambat pertumbuhan kuncup lateral (ketiak), dengan kata lain
terjadi dominansi apikal. Hal ini terjadi karena pertumbuhan pucuk apikal
menghambat atau mencegah pertumbuhan kuncup lateral atau samping. Adanya
dominansi apikal ini mengandung nilai pertahanan hidup yang pasti, karena bila
kuncup apikal rusak atau dimakan hewan atau patah oleh kuatnya hembusan angin,
maka hal ini akan memacu pertumbuhan kuncup samping dan menjadi tajuk utama.
Efek dominansi apikal lainnya adalah menyebabkan terjadinya percabangan di
bagian bawah yang tumbuh agak mendatar, pertumbuhan mendatar ini mengakibatkan
cabang terhindar dari naungan sehingga produktivitas fotosintesis meningkat.
Aktivitas fitohormon juga berhubungan dengan
kondisi lingkungan, contohnya aktivitas auksin dapat dipengaruhi oleh cahaya.
Telah dibuktikan bahwa sinar dapat merusak auksin dan dapat pula menyebabkan
pemindahan auksin kea rah menjahui sinar. Pengkasan unjung koleoptil tumbuhan Avena yang diletakkan di atas blok
agar-agar yang tengahnya disekat dengan suatu papan dari mika (plastic),
ternyata setelah disinari dari satu arah tertentu mengakibatkan konsentrasi
auksin di kedua blok tidak sama. Hal ini menunjukkan bahwa arah sinar mempengaruhi distribusi auksin.
Hormon merupakan suatu senyawa organik yang
apabila dalam jumlah kecil dapat merangsang pertumbuhan sedangkan bila dalam jumlah
besar dapat menghambat pertumbuhan. Dalam pengertian lain, didapatkan bahwa
hormon merupakan senyawa organik organik yang disintesis di salah satu bagian
tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain dan pada konsentrasi yang sangat rendah
mampu menimbulkan suatu respon fisiologis.
Kerja hormon dapat berpengaruh terhadap
aktifitas gen, yakni hormon mengendalikan aktivitas gen, sehingga hormon dapat
menentukan jenis suatu organisme dan wujud penampilan suatu organisme
(fenotipnya). Pengontrolan organisme tidak hanya dipengaruhi oleh satu jenis
zat pengatur tumbuh, melainkan terdapat berbagai macam zat pengatur tumbuh
berupa hormon yang mempengaruhi pertumbuhan suatu organisme. Hormon disini
berperan untuk mengontrol pertumbuhan, perkembangan, serta proses metabolisme.
Beberapa hormon yang berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan adalah
sebagai berikut :
2.1 Auksin
Auksin adalah salah satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari proses
pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) suatu tanaman. Kata Auksin berasal dari bahasa Yunani auxein yang berarti
meningkatkan. Sebutan ini digunakan oleh Frits Went (1962) untuk senyawa yang
belum dapat dicirikan tetapi diduga sebagai penyebab terjadinya pembengkokan
koleoptil kearah cahaya (Yox,
2008).
Peran fisiologis auksin adalah mendorong perpanjangan sel,
pembelahan sel, diferensiasi jaringan xilem dan floem, pembentukkan
akar, pembungaan pada Bromeliaceae, pembentukan buah
partenokarpi, pembentukkan bunga betina pada pada tanaman diocious, dominan
apical, response tropisme serta menghambat pengguran daun, bunga dan buah.
Peranan Auksin dalam
aktifitas kultur
jaringan auksin sangat dikenal
sebagai hormon yang mampu berperan menginduksi terjadinya kalus, menghambat
kerja sitokinin membentuk klorofil dalam kalus, mendorong proses morfogenesis
kalus, membentuk akar atau tunas, mendorong proses embriogenesis, dan auksin
juga dapat mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman (Sugihsantosa,
2009).
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Auksin
Tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka
pertumbuhannya akan lambat karena jika auksin dihambat oleh matahari tetapi
sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat
cepat karena kerja auksin tidak dihambat. Sehingga hal ini akan menyebabkan
ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang
disebut dengan fototropisme (Lakitan B, 2004).
Kondisi gelap juga memacu produksi hormon auksin. Auksin adalah
hormon tumbuh yang banyak ditemukan di sel-sel meristem, seperti ujung akar dan
ujung batang. Oleh karena itu tanaman akan lebih cepat tumbuh dan panen. Hasil
penelitian F.W. Went, ahli fisiologi tumbuhan, pada tahun 1928 menunjukkan
produksi auksin terhambat pada tanaman yang sering terkena sinar matahari.
Untuk tanaman yang diletakkan di tempat yang gelap pertumbuhan tanamannya
sangat cepat selain itu tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung
warnanya pucat kekuningan.hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak
dihambat oleh sinar matahari. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat
yang terang tingkat pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan
tanaman yang diletakkan ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan
juga warnanya segar kehijauan, hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar matahari
Distribusi auksin yang
tidak merata dalam batang dan akar menimbulkan pembesaran sel yang tidak sama
disertai dengan pembengkokan organ (Heddy, 1996).
Untuk membedakan tanaman yang memiliki hormon yang banyak atau
sedikit kita harus mengetahui bentuk anatomi dan fisiologi pada tanaman
sehingga kita lebih mudah untuk mengetahuinya. sedangkan untuk tanaman yang
diletakkan ditempat yang terang dan gelap diantaranya untuk tanaman yang
diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya sangat cepat selain itu
tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya pucat kekuningan.hal
ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh sinar matahari.
sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang tingkat
pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan
ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga warnanya segar
kehijauan, hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar
matahari.
Cara kerja hormon Auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan
juga memacu protein tertentu yg ada di membran plasma sel tumbuhan untuk
memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim ter-tentu sehingga
memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun
dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yg masuk secara
osmosis.
Auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi
banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel
serta sintesa protein (Darnell, dkk., 1986).
Auksin diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif (yaitu
tunas , daun muda dan buah) (Gardner, dkk., 1991). Kemudian auxin menyebar luas
dalam seluruh tubuh tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah
hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floom) atau jaringan
parenkhim (Rismunandar, 1988).
Auksin atau dikenal juga dengan IAA = Asam Indolasetat (yaitu
sebagai auxin utama pada tanaman), dibiosintesis dari asam amino prekursor
triptopan, dengan hasil perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip
auxin (analog) tetapi mempunyai aktifitas lebih kecil dari IAA seperti IAN =
Indolaseto nitril,TpyA = Asam Indolpiruvat dan IAAld = Indolasetatdehid. Proses
biosintesis auxin dibantu oleh enzim IAA-oksidase (Gardner, dkk., 1991).
Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan
tepung sari bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia
auksin (IAA = Asam Indolasetat) atau C10H9O2N. Setelah ditemukan rumus kimia
auksin, maka terbuka jalan untuk menciptakan jenis auksin sintetis seperti
Hidrazil atau 2, 4 - D (asam -Nattalenasetat), Bonvel Da2, 4 -
Diklorofenolsiasetat), NAA (asam (asam 3, 6 - Dikloro - O - anisat/dikambo),
Amiben atau Kloramben (Asam 3 - amino 2, 5 – diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon
(asam 4 – amino – 3, 5, 6 – trikloro – pikonat).
Auksin sintetis ini sudah digunakan secara luas dan komersil di
bidang pertanian, dimana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan
respon terhadap auksin, yaitu peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada
konsentrasi yang optimal dan penurunan pertumbuhan terjadi pada konsentrasi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali
material dinding sel dan sitoplasma. Selain memacu pemanjangan sel, hormon
Auksin yg di kombinasikan dengan Giberelin dapat memacu pertumbuhan jaringan
pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium pembuluh sehingga mendukung
pertumbuhan diameter batang. Auksin adalah salah satu bentuk hormon yang paling
banyak diteliti. Terutama berpengaruh terhadap pertumbuhan dengan merangsang
pembesaran sel. Dalam merangsang pembelahan sel dan perubahan – perubahan
lainnya, auksin ini bekerja sama dengan hormon – hormon lain (S.S. Tjitrosomo,
1985).
Auksin adalah asam indol asetat (IAA) atau C10H9O2N. IAA merupakan
suatu group dan senyawa-senyawa lain, misalnya asam naftalin asetat (C12H10O2)
dan asam 2,4 diklorofenoksi asetat (C8H6O3Cl2) atau disingkat 2,4-D. Banyak
lagi auksin lain dan sangat mudah untuk mengetahui apakah senyawa itu auksin
atau tidak. Efek karakteristik auksin adalah kemampuan untuk mendorong
pembengkokan suatu benih dan efek ini berhubungan dengan adanya suatau group
atau di dalam molekul auksin tersebut ( Suwasono, 1986).
Auksin merupakan istilah generik untuk substansi pertumbuhan yang
khususnya merangsang perpanjangan sel, tetapi auksin juga menyebabkan suatu
kisaran respon pertumbuhan yang agak berbeda – beda. Respon auksin berhubungan
dengan konsentrasinya. Konsentrasi yang tinggi bersifat menghambat (Gardner
dkk, 1991).
Auksin berfungsi dalam pengembangan sel – sel yang ada di daerah
belakang meristem. Sel – sel tersebut menjadi panjang – panjang dan banyak
berisi air. Ternyata auksin mempengaruhi pengembangan dinding sel, di mana
mengakibatkan berkurangnya tekanan dinding sel terhadap protoplas. Maka, karena
tekanan dinding sel berkurang, protoplas mendapat kesempatan untuk meresap air
dari sel – sel yang ada di bawahnya., karena sel – sel yang ada di dekat titik
tumbuh mempunyai nilai osmosis yang tinggi. Dengan demikian diperoleh sel yang
panjang dengan vakuola yang besar di daerah belakang titik tumbuh
(Dwidjoseputro, ).
Secara kimia, IAA sama dengan asam amino triptofan dan disintesis
dari padanya. Ada dua mekanisme sintesis yang diketahui, kedua-duanya
melibatkan pelepasan gugus asam amino dan gugus karboksil terminal dari ikatan
samping triptofan. Pada jaringan muda seperti meristem pucuk dan daun serta
buah yang sedang tumbuh kandungan auksinnya paling tinggi dan diduga disintesis
disana. Adalah
logis apabila tumbuhan memiliki mekanisme untuk mengontrol kandungan hormone
seperti IAA. Salah satu pengontrolan dilakukan dengan cara menitidak-aktifkan
sementara yaitu gugus karboksil IAA bergabung secara kovalen dengan molekul
lain membentuk turunan yang disebut auksin terikat. Pada umumnya IAA dapat
dilepaskan dari ikatan dengan enzim hidrolase, dan hal ini menunjukan bahwa
mereka merupakan bentuk IAA yang disimpan. Pada kecambah serealia, IAA
terkonyugasi ini merupakan bentuk penting karena IAA dapat diangkut, terutama
dari endosperma biji melalui xylem menuju pucuk koleoptil dan daun muda. Proses
lain untuk melepaskan IAA adalah perombakan yang melibatkan oksidasi dan
melepaskan gugus karboksil sebagai CO2. auksin sintetik tidak dapat
dirusak oleh enzim oksidase dan oleh karenanya tahan dalam tumbuhan untuk
jangka waktu yang lama dibanding dengan IAA.
2.3
Hipokotil
Hipokotil adalah pertumbuhan
memanjang dari epikotil yang meyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas
tanah. Kotiledon relatif tetap posisinya. Kotiledon tetap berada di dalam tanah. Singkatnya, biji tidak
terdorong ke atas dan tetap berada di dalam tanah. Contoh tipe ini terjadi pada kacang kapri dan jagung. Pada epigeal hipokotillah yang tumbuh memanjang,
akibatnya kotiledon dan plumula terdorong ke permukaan tanah. Perkecambahan tipe ini
misalnya terjadi pada kacang hijau dan jarak
(Lakitan B, 2004).
2.4
Jaringan Tumbuhan
Jaringan adalah
sekumpulan sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang sama. Ada dua jaringan
tumbuhan yang kita kenal yaitu jaringan meristem dan jaringan dewasa. Jaringan
meristam adalah jaringan yang terus-menerus membelah. Jaringan meristem dapat dibagi 2 macam yaitu Jaringan meristem primer dan jaringan meristem sekunder (Lakitan B, 2004).
Jaringan meristem adalah jaringan yang sel-selnya selalu
membelah. Jaringan meristem dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu meristem
primer dan meristem sekunder. Meristem primer terdapat pada titik tumbuh dan
menyebabkan perpanjangan akar dan batang, sedangkan meristem sekunder terdapat
pada kambium dan menyebabkan tumbuhan menjadi besar (Sugihsantosa, 2009).
Jaringan dewasa adalah jaringan yang tidak meristematis.
Jaringan dewasa dapat dibagi menjadi lima macam, yaitu: jaringan epidermis,
jaringan parenkim, jaringan penyokong, jaringan pengangkut, dan jaringan gabus
(Lakitan
B, 2004).
Asam Idole Acetik Acid (IAA) merupakan larutan auksin endogen atau
auksin yang terdapat pada tanaman.
Larutan ini berperan dalam berbagai aspek perkembangan dan pertumbuhan
tanaman. Fungsi dari larutan ini yaitu
mendorong pembelahan sel, penyebaran IAA yang tidak sama pada tanaman akan
mengakibatkan pembesaran sel yang tidak merata dan terjadi pembengkokan dari
koleoptil atau organ tanaman (geotropism dan fototropisme), IAA pada
konsentrasi tinggi dapat menghambat pembesaran sel-sel akar. IAA juga dapat mengendalikan absisi daun dan
dapat menghambatpertumbuhan tunas lateral
Konsentrasi suatu auksin di dalam tanaman, mempengaruhi
pertumbuhan suatu tanaman, semakin
tinggi konsentrasi suatu auksin di dalam tanaman maka akan semakin mempercepat
pertumbuhan tanaman tersebut. Hal-hal yang mempengaruhi konsentrasi IAA di
dalam tanaman yaitu sintesis auksin, pemecahan auksin, dan inaktifnya IAA
sebagai akibat proses pemecahan molekul.
IAA adalah endogenous auksin yang terbentuk dari Tryptophan yang
merupakan suatu senyawa dengan inti Indole dan selalu terdapat dalam jaringan
tanaman. Di dalam proses biosintesis,
Tryptophan berubah menjadi IAA dengan membentuk Indole pyruvic acid dan
Indole-3-acetaldehyde (Lakitan B, 2004).
Auksin dapat menaikkkan tekanan osmotik, meningkatkan permeabilitas
sel terhadap air, yang menyebabkan pengurangan tekanan pada dinding sel,
meningkatkan sintesis protein, meningkatkan plastisitas dan pengembangan
dinding sel
Pada dosis tinggi auksin dapat merangsang
produksi etilen, kelebihan pada etilen malah dapat menghalangi pertumbuhan,
menyebabkan gugur daun (daun amputansi) dan bahkan membuat tanaman mati. Beberapa auksin sintesis antara lain seperti
2,4-D dan 2,4,5-asam trichlorophenoxyacetic (2,4,5-T) telah digunakan sebagai
herbisida, tanaman berdaun luas (dikotil) jauh lebih rentan terkena auksin dari
pada daun tanaman monokotil seperti tanaman rumput-rumputan. Auksin sintesis ini adalah agen aktif dalam
“Agen Oranye” yaitu defoliant (Yoxi,
2008)
Heddy dan Abidin, 1996. Petunjuk
Praktikum Fisiologi Tumbuhan. FMIPA UM, Malang.
Ismadi,
M. H. 1993. Biokimia Umum. Gadjah
Mada Press Yogyakarta.
Lakitan
Benyamin. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi
Tumbuhan. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Lakitan,
B., 2004. Dasar-Dasar
Fisiologi Tumbuhan. PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Lakitan,
Benyamin. 2001. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Loveless,
AR. 2002. Prinsip-Prinsip Biologi
Tumbuhan Daerah Tropik. Jakarta : PT.
Gramedia.
Purnobasuki, Hery.
1993. Panduan Praktikum Fisiologi
Tumbuhan.
Rahayu,
Sri Yuni dkk. 2011. Petunjuk
Praktikum Fisiologi Tumbuhan. UNIPRESS
Rayle
dan Purves, 1976 dalam Abidin, 1982. Fisiologi
Tumbuhan Jilid 1, ITB Press, Bandung.
Salibury.
B, dan Cleon W. 2001. Ross. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB
Salisbury,
Frank. 1991. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 3. Bandung: ITB
Silvia. A, 2008.
Laporan Praktikum Biologi. http://www.anwar.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 4 november 2010.
Soerodikosoemo,
Wibisono. 1995. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sugihsantosa, 2009. Zat
Pengatur tumbuh. http://sugihsantosa.atspace.com. Diakses Senin, 17 Mei 2009.